BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Ilmu hadits merupakan ilmu pengetahuan
yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai pada Rasulullah SAW,
dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya
dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Ilmu hadits adalah salah satu pilar-pilar
tsaqofah islam yang memang sudah dimiliki oleh setiap kaum muslim. Dewasa ini,
begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits
hanya cukup dipelajari oleh para salafus shaleh yang memang benar-benar
memiliki kredibilitas dalam ilmu agama sehingga stigma ini membuat sebagian
kaum muslim merasa tidak harus mempelajari ilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan
karena dapat membuat masyarakat muslim menjadi kurang tsaqofah islamnya
terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah rasul. Terlebih dengan keadaan saat
ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits-hadits palsu
yang beredar ditengah-tengah kaum muslim dan tentunya hal ini akan membuat kaum
muslimin menjadi pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh
tentang ilmu hadits ini maka tentu ini adalah suatu hal yang sanga berbahaya
bagi aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah rasul.
Oleh karena itu, perlunya kita sebagai
umat muslim memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu hadis. Seperti yang
telah diketahui bahwa hadits dlo’if adalah hadits yang lemah atau hadits yang
tidak memiliki syarat-syarat hadis shohih dan hadis hasan.
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hadis
dlo’if ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, namun sebagian ulama’ lainnya
berpendapat bahwa hadits ini dapat dijadikan sebagai hujjah. Dengan adanya
perbedaan pendapa ini, maka sangat perlu kita sebagai umat muslim mengetahui
bagaimana cara bersikap dalam menghadapi hadis dlo’if tersebut, karena hal ini
akan langsung berkaitan dengan aqidah dan ibadah-ibadah kita kepada Allah.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari pembahasan materi tentang telaah
krisis terhadap hadits dlo’if ini, ada beberapa rumusan masalah yang harus
diselesaikan diantaranya:
- Apa pengertian dari Hadits Dlo’if ?
- Apa saja macam-macam Hadits Dlo’if ?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Tujuan tentang pembahasan materi tentang
hadits dlo’if ini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui pengertian Hadits Dlo’if
- Dapat membedakan macam-macam hadits dlo’if
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN HADITS DLO’IF
Dlo’if (ضَعِيْف
) menurut bahasa berarti ‘Aziz: yang lemah1,
kebalikannya adalah kata qawi ( قَوِي )”, artinya kuat. Jadi hadits dlo’if adalah
hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.
Sedangkan
pengertian hadits dlo’if menurut istilah ialah
مَا فَقِدَ
شَرْطاً أَوْ اَكْثَرَ مِنْ شُرُوْطِ الصَّحِيْحِ أَوِ الحَسَنِ.
Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat
hadist shahih
atau hadits
hasan.
Dari
definisi diatas, dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadist telah hilang satu
syarat dari sekian syarat-syarat
yang harus ada pada hadist hasan, maka status hadits tersebut dinyatakan sebagai
hadist dlo’if, apalagi jika syarat yang hilang sampai dua atau tiga syarat,
seperti parawinya tidak ada, tidak memiliki daya ingatan kuat dan ada
kejanggalan atau cacat.
Sedangkan pendapat yang lain hadits dloif
(lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak tersambung dan diriwayatkan oleh
orang-orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan
atau cacat.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan tertolaknya hadits dloif, yaitu:
1. Adanya
Kekurangan pada Perawinya
Baik tentang
keadilan maupun hafalannya, misalnya karena:
· Dusta (hadits maudlu)
· Tertuduh
dusta (hadits matruk)
· Fasik, yaitu
banyak salah lengah dalam menghafal
· Banyak waham
(prasangka) disebut hadits mu’allal
· Menyalahi
riwayat orang kepercayaan. Kalau menyalahi riwayat kepercayaan tersebut karena
dengan penambahan suatu sisipan, haditsnya disebut hadits mudraj; kalau
menyalahi riwayat orang kepercayaan tersebut dengan memutarbalikkan, disebut hadits
maqlub; kalau menyalahi riwayat tsiqah tersebut dengan menukar-nukar rawi,
disebut hadits mudltharib; kalau menyalahi riwayat orang kepercayaan
tersebut dengan perubahan syakan huruf disebut hadits muharraf; dan
kalau perubahan itu tentang titik-titik kata, disebut hadits mushahhaf.
· Tidak
diketahui identitasnya (hadits Mubham)
· Penganut
Bid’ah (hadits mardud)
· Tidak baik
hafalannya (hadits syadz dan mukhtalith)
2. Karena
Sanadnya Tidak Bersambung
· Kalau yang digugurkan sanad pertama
disebut hadits mu’allaq
· Kalau yang digugurkan sanad terakhir
(sahabat) disebut hadits mursal
· Kalau yang digugurkan itu dua orang
rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal
· Jika tidak berturut-turut disebut
hadits munqathi’
3. Karena Matan
(Isi Teks) Yang Bermasalah
Selain
karena dua hal di atas, kedhaifan suatu hadits bisa juga terjadi karena
kelemahan pada matan. Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah
hadits Mauquf dan Maqthu’.
Contoh hadits dlo’if:
قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”:أَرَضِيْتِ مِنْ
نَفْسِكِ وَمَالِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟.
قَالَتْ ˝نَعَمْ˝ فَأَجَازَهُ
“Berkata rasululloh saw: apakah kamu ridho (senang)
menerima maskawin berupa sepasang sandal?. Lalu wanita itu menjawab, Iya,
kemudian beliau meloloskan (menikahkan) nya.”
Dalam
menanggapi hadits ini, al-Suyuthiy berkata bahwa hadits yang diriwayat kan oleh
‘Ashim bin ‘Ubaidillah bersetatus sebagai hadits lemah (dlo’if) disebabkan
jeleknya hafalan ‘Ashim ( suul hifdhi ), al-Turmudzi menganggapnya sebagai
hadits hasan, sebab ditemukannya hadits yang sama dengan jalur yang lain.
2.2
MACAM MACAM HADITS DLO’IF
Hadits dhaif sangat bervariasi, dan
pembagiannya tidak sesederhana pembagian hadits shahih maupun hasan. Oleh
karena itu ada ulama ahli hadits yang membagi hadits dhoif menjadi 42 macam,
63, 81 bahkan ada yang sampai 129 macam.
Sebab kedhaifan suatu hadist dapat
disebabkan oleh sanad, yaitu terputusnya sanad. Terputusnya sanad dapat terjadi
baik pada tingkat Sahabat, Tabi’in, maupun tingkat sesudahnya. Begitu pula baik
terputus hanya satu tingkat ataupun lebih.
1.
Dlo’if pada Segi Sanad
a. Dlo’if
karena tidak bersambung sanadnya/ gugurnya rawi
- Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut
bahasa, berarti hadits yang terputus. Para ulama’ memberikan batasan hadits
munqati’ ialah hadist yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan
menjelang akhir sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat Nabi, maka
rawi menjelang akhir sanadnya adalah tabi’in. artinya hadits munqati’ itu bukanlah
rawi di tingkat sahabat yang gugur tapi minimal gugur seorang tabi’in.
Contoh
hadits munqati’:
كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِ ذَا دَخَلَ الْمَسْحِدَ قَالَ : بِسْمِ اللهِ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ. اَلّٰلهُمَّ اغْفِرْلِى ذُنُوْبِى
وَافْتِحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. (رواه ابن ماجه)
Artinya :
“Rasulullah
SAW, bila masuk ke dalam masjid membaca: dengan nama Allah dan sejahteralah
atas Rasulullah: Ya Allah, Ampunilah segala dosaku dan bukanlah bagiku segala
pintu rahmat-Mu”
- Hadits Mu’allaq
Hadits muallaq menurut bahasa berarti
hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq adalah hadits yang
gugur satu rawi atau lebih diawal sanad.
- Hadits Mursal
Hadits mursal adalah hadits yang
disandarkan langsung oleh tabi’in kepada Rasul saw, baik perkataan, perbuatan
maupun ketetapannya, baik tabi’in kecil maupun besar.
Misalnya
seorang tabi’in atau sahabat kecil, berkata:
- …قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَا
(Rasulullah saw. bersabda demikian…)
- …فَعَلَ رَسُوْلُ اللهِ
صلعم كَذَا
(Rasulullah saw. mengerjakan begini…)
- Hadits Mu’dhal
Hadits mudal menurut bahasa, berarti
hadits yang sulit dipahami. Menurut istilah hadits mudal adalah hadits yang
gugur dua orang sanadnya
atau lebih secara berturut-turut.
Contohnya:
telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
لِلْمَمْلُوْكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِالْمَعْرُوْفِ
(رواه مالك)
Artinya:
“Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara
baik”. (HR. Malik)
- Hadits Mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut suatu cara tertentu yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak ada aibnya.
b. Dlo’if
karena tidak ada syarat adil
1. Hadits Maudhu’ adalah Hadits
yang dicipta oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu
dibangsakan kepada Rasulullah saw. Secara palsu dan dusta, baik hal itu
disengaja, maupun tidak.6
Yang dikatakan dengan rawi yang berdusta
kepada Rasulullah saw. Ialah mereka yang pernah berdusta dalam membuat hadits,
walaupun hanya sekali seumur hidupnya. Hadits yang mereka riwayatkan tidak
dapat diterima, biar mereka telah tobat sekalipun. Berlainan halnya dengan
periwayatan orang yang perna bersaksi palsu,
jika ia telah bertobat dengan sungguh-sungguh, maka dapat diterima. Contoh hadits maudhu’ yang maknanya
bertentangan dengan Al-Qur’an,ialah hadits:
وَلَدُ الزِّناَ لاَيَدْخُلُ اْلجَنَّةَ
اِلىَ سَبْعَةِ أَبْنَاءٍ
Artinya: “Anak zina itu, tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan surat
Al-An’am 164, yang artinya “Dan seorang yang berdosa tidak akan emikul dosa
orang lain.” Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak
dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalipun tidak dapat
dibebani dosa orang tuanya.
- Hadits Matruk dan Hadits Munkar
Hadits Matruk adalah hadits
yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta
atau tampak kefasikannya baik pada perbuatan/ perkataannya/ orang yang banyak
lupa/ banyak ragu.
Hadits
yang diriwayatkan oleh rawi yang tertuduh dusta, disebut Hadits matruk dan rawi yang meriwayatkan disebut dengan Matruku’l-Hadits (orang yang ditinggalkan haditsnya).
Hadits Munkar adalah hadits
yang diriwayatkan oleh orang yang fasik, banyak salah dan lengah dalam
menghafal.
c. Dlo’if
karena tidak ada dhobit
1.
Hadits Mudraj adalah hadits yang disadur dengan
sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan, bahwa saduran itu termasuk hadits.
Perkataan
yang disadur dengan sesuatu itu, mungkin perkataannya sendiri atau perkataan
orang lain, baik shahaby maupun tabi’iy, dimaksudkan untuk menerangkan makna
kalimat-kalimat yang sukar atau mentaqyidkan makna yang mutlak.
Contoh hadits mudraj,
seperti hadits Ibnu Mas’ud, yang mewartakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِا للهِ شَيْئًا
دَخَلَ اْلجَنَّةَ . وَمَنْ مَاتً يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
“Siapa yang mati tidak
menyerikatkan Allah dengan sesuatu, masuk surga; dan siapa yang mati dengan
menyerikatkan Allah dengan sesuatu, masuk neraka.”
Ternyata setelah diselidiki
dengan jalan membandingkannya dengan riwayat lain, kalimat yang terakhir
(manmaata yusyriku bihi syai-an, dakhala’n-naar) adalah kalimat Ibnu Mas’ud
sendiri.
2. Hadits
Maqlub adalah hadits yang didalamnya ditemukan adanya pertukaran pada seorang
perawi dengan cara mendahulukan yang datangnya kemudian dan mengakhirkan yang datangnya
lebih dahulu.
3. Hadits
Mudltharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi/ lebih dengan
beberapa jalan yang berbeda-beda yang tidak mungkin dapat dikumpulkan/
ditarjihkan.
4.
Hadits Mushahhaf dan Hadits Muharraf
Hadits Mushahhaf adalah hadits
yang mukhalafahnya (menyalahi hadits lain) karena perubahan titik kata, sedang
bentuk tulisannya tidak berubah. Contoh hadits Mushahhaf (fil matan), ialah
hadits Abu Ayyub Al-Anshary:
أَنَّ
النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:(مَنْ صَامَ رَ مَضَانَ وَاَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَا ماِالرَّهْر).
“Nabi saw. bersabda: ‘siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian
diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka ia seperti puasa
sepanjang masa.”
Perkataan sittan yang
artinya enam, oleh Abu Bakar As-Shauly diubah dengan syai-an, yang
berarti sedikit. Dengan demikian rusaklah makna karenanya.
Hadits
Muharraf adalah hadits yang mukhalafahnya terjadi disebabkan karena perubahan
syakal kata, tetapi bentuk tulisannya tetap. Misalnya kalimat Basyir dibaca dengan Busyair
dan kalimat Nashir dibaca dengan Nushair.
d. Dlo’if karena kejanggalan dan
kecacatan
- Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang (periwayatannya) dapat dterima (maqbul), tetapi bertentangan dengan parawi lain yang kualitasnya lebih utama.
- Hadits Mu’allal adalah hadits yang diketahui kecacatanya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan, sekalipun pada lahiriyyahnya selamat (dari kecacatanya)
Maksudnya adalah hadits yang
secara sekilas nampak shahih dan bebas dari cacat, tetapi setelah dilakukan
penelitian yang mendalam terungkap bahwa hadits itu mengandung cacat yang dapat
menodai keshahihannya.
2.Dlo’if pada
segi matan hadits
1.
Hadits Mauquf adalah berita yang
hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang dasandarkan itu
perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambungan maupun terputus.
2.
Hadits maqthu’ adalah perkataan atau
perbuatan yang berasal dari seseorang tabi’iy serta dimauqufkan padanya, baik
sanadnya bersambung, maupun tidak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Hadits dloif
merupakan hadits yang didalamnya
tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan hadits hasan. Hadits dhoif ini memiliki penyebab mengapa bisa tertolak
diantaranya dangan sebab-sebab dari segi sanad dan juga dari segi matan.
2.
Pembagian hadits
dha’if ada dua bagian yaitu: hadits dha’if karena gugurnya rawi dan cacat pada
rawi dan matan.
1. Adanya Kekurangan pada
Perawinya
Baik tentang
keadilan maupun hafalannya, misalnya karena:
·
Dusta
(hadits maudlu)
·
Tertuduh
dusta (hadits matruk)
·
Fasik, yaitu
banyak salah lengah dalam menghafal
·
Banyak waham
(prasangka) disebut hadits mu’allal
·
Menyalahi
riwayat orang kepercayaan.
·
Tidak
diketahui identitasnya (hadits Mubham)
·
Penganut
Bid’ah (hadits mardud)
·
Tidak baik
hafalannya (hadits syadz dan mukhtalith)
b. Karena Sanadnya Tidak Bersambung
·
Kalau yang
digugurkan sanad pertama disebut hadits mu’allaq
·
Kalau yang
digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut hadits mursal
· Kalau yang digugurkan itu dua orang
rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal
·
Jika tidak
berturut-turut disebut hadits munqathi’
c.
Karena Matan (Isi Teks) Yang Bermasalah
. Hadits mauquf (hadits yang disandarkan sampai pada sahabat
saja)
.
Hadits maqthu’ ( perkataan atau perbuatan yang berasal
dari seseorang tabi’iy )
3.2 Saran
Sebaiknya ilmu hadits itu
dipelajari oleh semua orang dan sebagai umat muslim mengetahui
bagaimana cara bersikap dalam menghadapi hadis dlo’if tersebut, karena hal ini
akan langsung berkaitan dengan aqidah dan ibadah-ibadah kita kepada Allah. Karena saat ini sangat banyak hadits dho’if dan hadits-hadits palsu yang beredar
ditengah-tengah kaum muslim dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin
menjadi pelaku bid’ah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh tentang ilmu
hadits ini maka tentu ini adalah suatu hal yang sanga
berbahaya bagi aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah rasul.
Sebagai manusia biasa tentulah ada
kesalahan dan kekurangan. Begitu pula kami dalam membuat makalah ini tentulah
masih ada kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Untuk itu demi
kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasir, Ridlwan. 2008. Ulumul Hadits dan
Mutshalah Hadits. Jombang: Darul Hikmah
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul
Hadits. Bandung: PT. AlMa’arif
al ini makalah ya..??
BalasHapushe'em...
Hapus